Bandung - Di kalangan astronom, lingkaran besar yang mengelilingi matahari dan terlihat seperti pelangi dikenal sebagai fenomena halo. Peristiwa di langit yang jarang terjadi itu bukanlah pertanda bahaya.
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika LAPAN Thomas Djamaluddin mengatakan, fenomena halo disebabkan oleh kristal es di awan Cirrus yang membiaskan cahaya matahari seperti prisma. Cahaya yang terurai tampak membentuk cahaya pelangi yang melingkari matahari.
"Warna hitam di antara matahari dan cincin hanya akibat efek kontras saja," katanya, Selasa (4/1).
Jarak cincin dengan matahari kira-kira sejengkal tangan orang dewasa. Tak cuma terjadi siang hari ketika matahari bersinar, kata Djamaluddin, fenomena halo juga bisa terjadi saat malam hari ketika muncul bulan purnama.
Dalam kondisi yang sangat dingin, kristal-kristal es bisa terbentuk di awan Cirrus. Ketinggian awan itu sekitar 10 kilometer di atas permukaan bumi. Wilayah yang kebetulan sinar matahari atau bulannya terhalang oleh awan Cirrus tersebut akan melihat fenomena halo.
Cincin cahaya itu kadang bersifat lokal. Contoh di Bandung beberapa waktu lalu, fenomena halo terlihat sekitar pukul 11.30 di wilayah Cimahi-Padalarang. Adapun warga Kota Bandung baru kebagian menyaksikannya pada pukul 13.00. "Karena kondisi relatif cerah yang menyisakan awan cirrus tidak selalu menampakkan halo," katanya.
Kejadian serupa juga pernah terjadi di Padang pada Kamis, 21 Oktober 2010 saat hari relatif cerah dengan awan tipis di langit. Menurut Djamaluddin, fenomena halo bukan pertanda gempa atau bencana lainnya. Pada masa pancaroba sekitar September-Oktober-November serta Maret-April-Mei, kejadian halo sering terjadi di Indonesia.
Hari ini, fenomena itu terlihat di Yogyakarta. Dimana matahari dikelilingi matahari. Sebagian orang Yogya khawatir fenomena petanda akan datangnya bahaya.
ANWAR SISWADI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar